BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Secara etimologis, retorika berasal dari bahasa
Yunani, Rhetrike yang berarti seni kemampuan berbicara yang dimiliki seseorang.
Aristoteles dalam bukunya Rhetoric mengemukakan pengertian retorika, yaitu kemampuan untuk memilih dan menggunakan
bahasa dalam situasi tertentu secara efektif untuk mempersuasi orang lain.
Sedangkan menurut Gorys Keraf, retorika adalah suatu istilah secara tradisional
yang diberikan pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan
pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Menurut P. Dori Wuwur Hendrikus,
retorika adalah kesenian untuk berbicara baik yang digunakan dalam proses
komunikasi antarmanusia.
Retorika berarti kesenian untuk berbicara dengan baik
(kunst, gut zu reden atau ars bene
dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan
teknis (ars, techne). Kesenian
berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa pikiran yang jelas dan
tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara
singkat, jelas, padat, dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang
kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan
daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika modern adalah gabungan
yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara. Di dalam bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang
tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan.
Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni
berbicara dapat dengan mencontoh para rektor yang terkenal (imitatio), dengan mempelajari dan
mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina),
dan dengan melakukan latihan yang teratur (exercitium).
Di dalam seni berbicara
juga dituntut penguasaan bahan (res)
dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa (verba).
Kesenian dalam berbicara itu agaknya tidak selalu
sempurna ada faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi retorisnya,
maka hal inilah yang menjadi latar belakang penyusunan karya tulis ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud retorika ?
2. faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris ?
3. Mengapa retorika perlu untuk dipelajari ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan
latar belakang dan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut.
1. Menjelaskan pengertian retorika.
2. untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas komunikasi
retoris
3. untuk mengetahui untuk apa kita mempelajari retorika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Retorika
Berbicara baik di depan umum ataupun dengan seseorang, pada hakikatnya
merupakan proses komunikasi di antara kedua belah pihak yang terlibat dalam
pembicaraan itu.
Di dalam proses itu nampak
adanya penyampaian informasi, ide beserta sikap dari seseorang kepada orang
atau sekelompok orang lain dengan tujuan tertentu yang dicanangkan si
pembicaranya. Jadi dengan kata lain,
pembicaraan dimaksud melibatkan segalah komponen serta unsur-unsur komunikasi.
Bahkan mungkin juga berlangsung lama hingga mencapai situasi dan kondisi kedua
belah pihak memperoleh kesamaan makna terhadap apa yang di perbincangkannya.
Istilah “komunikasi” sendiri pada hakikatnya mengandung arti ganda.
Komunikasi bisa di artikan sebagai hubungan antar bagian-bagian mesin, seperti as
gardan pada mobil, pemindahan tenaga listrik pada perkakas dapur, jalan
penghubung kota; dan pengaruh suatu organisme lainnya.
Di dalam hal pengertian
yang terakhir, kita dapat mengenal adanya komunikasi di kalangan hewan, dari
kicauan burung, kokok ayam, raungan kucing, sampai pada gonggongan anjing yang
mengandung peringatan atau hardikan. Karena itu kita bisa lebih kenal lagi pada
konsep dasar yang membatasi komunikasi dengan interaksi di kalangan
manusia.
Demikian komunikasi di kalangan manusia merupakan upaya mengubah sikap,
sifat, pendapat, dan perilaku orang lain dengan menggunakan sinyal dan atau
simbol yang dirasakan melalui pikiran sehat orang lain itu, sadar ataupun tidak
(jones, 1978: 6)
Lebih operasional lagi Carl I Hovland (1953: 12) menyatakan bahwa
komunikasi adalah proses di mana seorang insan ( biasanya berupa lambang dalam
bentuk kata-kata) untuk mengubah perilaku insan lainnya ( hadirin). Kemudian dalam hal ini Hovland mengemukakan empat faktor yang
terlibat dalam proses komunikasi yang dimaksud yaitu
1. Komunikator yang memprakasi komunikasinya
2. Rangsangan ( stimulus atau lazim pula disebut pesan komunikasi
) yang disampaikan oleh komunikator
3. Hadirin ( biasa disebut komunikan ) yang menanggapi
pesan komunikasi tersebut
4. Tanggapan hadirin terhadap pesan
komunikasi yang disampaikan komunikator itu
Tidak seorang komunikator melakukan sesuatu perilaku apabila
tidak di rangsang oleh panca indranya yang memperoleh kesan dari suatu kehdiran
fakta, data, gejala, atau peristiwa yang ada disekitarnya. Fakta, data, gejala,
atau peristiwa, maupun apa saja yang ada di alam semesta ini akan selalu
menimbulkan kesan pada otak siapa pun atas laporan panca indranya.
Atas persepsinya itu timbul idea tau inisiatifnya
untuk menyampaikan pesan yang akan merangsang lawan bicara atau orang
lain yang memedulikannya, baik mereka
hadir di hadapannya maupun tidak. Melalui idenya itu si komunikator
merekayasa pesan-nya sedemikian rupa serta menyampaikannya kepada
komunikan dengan didasarkan pada tujuan yang diinginkannya. Di dalam keadaan tidak sama, komunikator akan selalu
berusaha keras untuk “menyamakannya” akibat dengan tujuan yang dikehendakinya, dalam arti
berusaha mempengaruhi komunikan agar berpersepsi yang sama terhadap pesan
dan tujuan yang disampaikannya. Dengan kata lain, komunikasi
membuat si penerima dan si pemberi sama-sama atau bersesuaian (tuned)
dalam menanggapi suatu pesan (onong, 1973 : 39 ). Demikian, sebenarnya komunikasi akan berlangsung apabila di dalamnya
terlibat paling sedikit enam unsur yaitu; sumber, komunikator pesan, komunikan,
tujuan dan akibat. Sedangkan bagi komunikasi sifaatnya luas, umum, melibatkan
jarak jangkauan penyampaian pesan yang jauh, selalu harus menggunakan media.
Adapun Situasi-nya justru tergantung pada kondisi dari
masing-masing unsur tersebut.
Dalam hal berlangsungnya suatu komunikasi, para pelaku
komunikasi - baik komunikator maupun komunikan – menjalani kondisi di mana
masing-masing memperoleh persepsi terhadap situasi yang terjadi pada saat itu. Karenanya syarat utama
untuk mencapai kesamaan (commonnes ) pendapat, sifat, sikap, dan
perilaku terhadap pesan yang timbul dalam proses komunikasi itu, masing-masing
pelaku komunikasi harus mampu dan mau ber-empati (memproyeksikan dirinya
pada diri lawan dalam berkomunikasi itu).
Dengan demikian, masing-masing pelaku komunikasi akan
dapat memahami maksud dari penyampaian pesan (yang dilakukan komunikator)
maupun umpan balik yang muncul sebagai akibat (penerimaan komunikan terhadap
pesan tersebut) yang terjadi pada diri komunikan. Kesediaan untuk berempati merupakan suatu sikap psikologis yang berintikan
itikad baik untuk mencapai persesuaian paham (astrid, 1982: 6).
Dalam hal ini jelas bahwa prinsip dasar dari
komunikasi akan melibatkan pelbagai bentuk persuasi, sekalipun dalam situasi
komunikasi tatap muka (Hovland. 1953:5). Melalui empati dan teknik-teknik persuasinya, komunikator berusaha
memepengaruhi komunikannya, dalam arti berupaya mempengaruhi komunikannya,
dalam arti berupaya mengubah sikap, sifat, pendapat, dan perilaku komunikan
sesuai dengan apa yang dikehendakinnya.
Apabila sikap, sifat, pendapat, atau pelaku komunikan itu sesuai dengan kehendak
komunikatornya, maka komunikasinya yang dimaksud dikatakan berhasil, dalam arti
kehendak komunikator itu tercapai. Dalam hali ini terwujud suatu kesamaan
makna terhadap pesan komunikasi antara komunikator dengan komunikan.
Situasi demikian seringkali terjadi selama komunikasi
itu belum menunjukkan perubahan yang sesuai dengan keinginan komunikatornya,
atau akibat dari komunikasi itu belum menunjukkan sama dengan tujuannya.
Selama itu pula komunikasi akan berlangsung dengan timbale balik, dimana masing-masing pelakunya berubah-ubah status dari komunikator menjadi
komunikan sebaliknya komunikan menjadi komunikator.
Hakikat Retorika
Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara
berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seorang atau sekelompok orang,
untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberi
motivasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh
karena itu pembicaraan itu setua umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan
itu muncul, ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada
manusia lain.
Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik (kunst,
gut zu reden atau ars bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam
(talenta) dan keterampilan teknis (ars , techne). Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang
dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia.
Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya
kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya
pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika modern adalah gabungan yang
serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara.
Di dalam bahasa
percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada
waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang
tepat, benar dan mengesankan. Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seniberbicara ini dapat
dicapai dengan mencontoh para rector yang terkenal (imitatio) dengan mempelajari dan
mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina) dan dengan melakukan latihan yang
teratur (excercitium). Dalam seni
berbicara dituntut juga penguasaan bahan (res) dan mengungkapan yang tepat
melalui bahasa melalui (verba).
Retorika juga merupakan suatu gaya/seniberbicara
baik yang dicapai berdasarkan bakat alami (talenta) dan keterampilan teknis.
Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang
dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini
bukan hanya berarti berbicara secara lancar tampa jalan pikiran yang jelas dan
tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara
singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang
kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan
daya pembuktian serta penilaian yang tepat.
Ber-retorika juga harus dapat dipertanggungjawabkan
disertai pemilihan kata dan nada bicara yang sesuai dengan tujuan, ruang, waktu,
situasi, dan siapa lawan bicara yang dihadapi.
Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara
berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang,
untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi atau
memberi informasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia.
Oleh karena itu pembicaraan setua umur bangsa manusia.
Bahasa dan pembicaraan ini muncul, ketika manusia
mengucapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain. Retorika modern adalah
gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan
berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada
tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif,
mengucapkan kata-kata yang
tepat, benar dan mengesankan. Ini berarti orang harus dapat berbicara jelas,
singkat dan efektif. Jelas supaya
mudah dimengerti; singkat untuk mengefektifkan waktu dan sebagai tanda
kepintaran; dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek?
dalam konteks ini sebuah pepatah cina mengatakan, “orang yang menembak banyak, belum tentu seorang
penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang
yang pandai bicara”. Keterampilan
dan kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan
mencontoh para rektor atau tokoh-tokoh yang terkenal dengan mempelajari dan
mempergunakan hukum-hukum retorika
dan dengan melakukan latihan yang teratur. Dalam seni berbicara dituntut juga
penguasaan bahan dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa.
2.2.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Retoris
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
efektivitasdalam proses komunikasi retoris. Faktor-faktor ini terdapat pada
setiap unsur komunikasi seperti: komunikator, pesan, medium dan resipiens.
a.
Pada komunikator
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi
retoris adalah:
1. Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi
Yang dimaksud
adalah penguasaan bahas dan keterampilan mempergunakan bahasa; keterampilan
mempergunakan media komunikasi untuk mempermudah proses pengertian pada
resipiens; kemampuan untuk mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga
dapat memberikan sesuatu yang sesuai dengam kebutuhan mereka.
2. Sikap komunikator
Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau
cepat membela diri, sikap mantap dan mengyakinkan; sikap rendah hati, rela
mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besardalam proses
komunikasi retoris.
3. Pengetahuan umum
Demi efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator
sebaiknya memiliki pengetahuan umum yang luas karena begitu dia dapat mengenal
dan menyelami situasi pendengar dab dapat mengerti mereka dengan lebih baik.
4. Sistem sosial
Sistem komunikator berada dan hidup di dalam system
masyarakat tertentu. Posisi, pangkat atau jabatan yang dimiliki komunikator di
dalam masyarakat sangat mempengaruhi berpengaruh atau tidak).
5. Sistem kebudayaan
Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yang
dimiliki seorang komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi
retoris.
b.
Faktor-faktor pada
Resipiens
Faktor-faktor ini pada umumnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikator.
1. Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi
Komunikasi tidak akan terjadi apabila bahasa yang
dipergunakan oleh komunikator tidaak dimengerti oleh resipiens. Dalam hubungan
dengan hal ini, perlu diperhatika bahwa pendengar mempunyai cara memndengar dan
mengerti sendiri, yang dapata berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksud oleh
komunikator.
2. Sikap resipiens
Faktor ini juga dapat menentukan aktivitas komunikasi
retoris. Sikap-sikap positif seperti terbuka, senang, tertarik dan simpatik
akan member pengaruh positif dalam proses komunikasi; sebaliknya sikap-sikap
negatif seperti tetutup, jengkel, tidak simpatik tehadap komunikator akan
mendatangkan pengaruh negatif.
3. Sistem Sosial dan Kebudayan
Sistem sosial dan kebudayaan tetentu dapat
menghasilkan sifat dan karakter khusus pada resipiens. Orang dapat bersifat
patuh, rendah hati, suka mendengar, tidak banyak bicara atau tidak berani
menantang. Di lain pihak orang bisa menjadi kritis, suka membantah dan tidak
mudah tunduk pada pimpinan.
c.
Faktor-faktor Pada Pesan dan Medium
Antara komunikator dan resipiens ada pesan dan medium. Kedua faktor ini
perlu diperhatikan oleh komunikator secara khusus dalam proses komunikasi
retoris.
1. Elemen-elemen pesan
Komunikator menerjemahkan pesan dengan mempergunakan
medium. Dalam proses ini, komunikator harus memperhatikan elemen-elemen yang
membentuk pesan, supaya komunikasi dapat membawa efek yang besar.
2. Struktur pesan
Struktur pesan yang ingin disampaikan juga dapat
mempengaruhi efektivitas proses komunikasi retoris. Yang perlu diperhatikan
adalah susunan organis di mana elemen-elemen itu dikedepankan untuk
mengungkapkan pesan.
3. Isi pesan
Isi pesan yang diungkapkan lewat medium harus
dipertenggangkan dengan situasi resipiens. Isi pesan seharusnya mudah
ditangkap, tidak terlalu sulit, dan tidak mengandung terlalu banyak kebenaran,
karena dapat membingungkan resipiens.
4. Proses pembeberan
Yang dimaksudkan adalah cara membawakan dan mengemukakan pesan dari komunikator. Ada tiga kemungkinan yang
dapat dipilih yaitu membawakan secara bebas, tanpa teks, terikat pada teks,
atau setengah bebas. Ketika kemungkinan ini membawa efek yang berbeda dalam
proses komunikasi.
2.3.Kegunaan Mempelajari Retorika
Mengapa komunikasi retoris itu penting? Konrad Lorenz mengatakan, “Apa yang diucapkan
tidak berarti juga didengar; apa yang didengar, tidak berarti juga dimengerti;
apa yang dimengerti tidak berarti juga disetujui; apa yang disetujui tidak
berarti juga diterima; apa yang diterima tidak berarti juga dihayati; apa yang
dihayati tidak berarti juga mengubah tingkah laku”.
Kalimat-kalimat ini mau mengungkapkan kesulitan dalam
proses komunikasi antar manusia. Antara ide atau pikiran dan realisasinya yang
kongkret terbentang satu jalan panjang, yang memiliki berbagai macam kesulitan
dalam penyampaian, sehingga dapat mengurangi efektivitas dalam proses
komunikasi.
Oleh karena itu komunikasi retoris itu penting supaya
apa yang diucapkan dapat dimengerti; apa yang dimengerti dapat disetujui; apa
yang disetujui dapat diterima; apa yang diterima dapat dihayatidan apa yang
dihayati dapat mengubah tingkah laku.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat
kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(memberikan informasi atau memberikan motivasi). Berbicara adalah salah satu
kemampuan khusus pada manusia dan retorika berasal dari bahasa Yunani, “rhetrike” yang berarti seni kemampuan
berbicara yang dimiliki seseorang. Aristoteles dalam bukunya “Rhetoric” mengemukakan pengertian
retorika, yaitu kemampuan untuk memilih dan menggunakan bahasa dalam situasi
tertentu secara efektif untuk mempersuasi orang lain. Sedangkan menurut Gorys
Keraf, retorika adalah suatu istilah secara tradisional yang diberikan pada
suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu
pengetahuan yang tersusun baik. Dengan faktor yang mempengaruhinya yng dibagi
atas 3 yaitu pada komunikator, faktor-faktor pada Resipiens, factor-faktor pada pesan dan medium.
3.2.
Saran
Jadikanlah suatu ilmu
retorika ini sebagai komunikasi yang baik dalam berkomunikasin dengan selalu
memperhatikan faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris.
DAFTAR PUSTAKA
Assumpta,
Sr Maria. 2005. Dasar-dasar Public Relation. Jakarta: Grasindo.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Hardjana,
Agus M. 2003. Komunikasi Interpersonal Dan Intrapersonal. Yogyakarta: Kansius.
Hendrikus,
Wuwur Dori. 1991. Retorika, Terampil Berpidato,
Berdiskusi, Berargumentasi,
Bernegosiasi. Yogyakarta: Kansius.
Suprapto,
Tommy. 2009. Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: MedPress.
Supratiknya.
1995. Komunikasi Antar Pribadi, Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kansius.
Turner,
Lynn H & Richard West. 2008. Pengantar Teori Komunikasi 1. Jakarta:
Salemba Humunika.
Wiryanto.
2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.