Wednesday, November 15, 2017

Makalah Sanggar Sastra - "Kebakuan Berdasarkan Ragam Bahasa Segi Tata Bentukan dalam Penulisan Kalimat Pada Tabloid Linguistika Edisi 6"


BAB I
 PENDAHULUAN

         1.1. Latar Belakang
Berbicara tentang bahasa baku (lebih tepat disebut ragam bahasa baku) dan bahasa non baku, berarti kita membicarakan tentang variasi bahasa, karena yang disebut bahasa baku itu adalah salah satu variasi bahasa yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang “baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat resmi, baik secara lisan maupun tulisan.
Menurut Gavin dan Mathiot (1956:785-787) fungsi penggunaan bahasa baku yang bersifat sosial politik, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemisah, (3) fungsi harga diri, dan (4) fungsi kerangka acuan.
Fungsi pemersatu (the unifying function) adalah kesanggupan bahasa baku untuk menghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat, dan membuat terciptanya kesatuan masyarakat tutur, dalam bentuk minimal, memperkecil adanya perbedaan variasi dialektal dan menyatukan masyarakat tutur yang berbeda dialeknya.
Fungsi pemisah (separatist function) adalah bahwa ragam bahasa baku itu dapat memisahkan atau membedakan penggunaan ragam bahasa tersebut untuk situasi yang formal dan yang tidak formal.
 Fungsi harga diri (prestige function) adalah bahwa pemakai ragam baku itu akan memiliki perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa baku biasanya tidak dapat dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan hidup sehari-hari.
Fungsi kerangka acuan (frame of reference function) adalah bahwa ragam bahasa baku itu akan dijadikan tolok ukur untuk norma pemakaian bahasa yang baik dan benar secara umum.

          1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1.      Apa saja dasar atau kriteria dalam ragam bahasa baku?
2.      Apa itu bentuk asal dan bentuk dasar?
3.      Apa itu proses morfologik dan afiksasi?
4.   Bagaimana hasil analisis kebakuan dalam ragam bahasa segi tata bentukan dalam penulisan kalimat di Tabloid Linguistika edisi 6?

         1.3. Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui apa saja dasar atau kriteria dalam ragam bahasa baku.
2.      Untuk mengetahui apa itu bentuk asal dan bentuk dasar.
3.      Untuk mengetahui apa itu proses morfologik dan afiksasi.
4.   Untuk mengetahui hasil analisis kebakuan dalam ragam bahasa segi tata bentukan dalam penulisan kalimat di Tabloid Linguistika edisi 6.

BAB II
PEMBAHASAN

         2.1.  Bahasa Baku
Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa (dari sekian banyak variasi) yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang akan dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang “baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat resmi, baik secara lisan maupun tulisan.
Ragam bahasa itu mempunyai kepadaan dalam hal tata bunyi (fonologi), tata bentukan (morfologi), tata kalimat (sintaksis), dan tata kata (leksikon). Jika ragam yang dipilih itu tidak mempunyai kepadaan dalam hal-hal tersebut, tentu ragam itu kelak sukar digunakan untuk komunikasi resmi itu.
Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang sama dengan resmi kenegaraan yang digunakan dalam situasi resmi kenegaraan, termasuk dalam pendidikan, dalam buku pelajaran, dalam undang-undang, dan sebagainya.
Fungsi penggunaannya juga sama, yaitu untuk berkomunikasi yang bersifat resmi; tentu saja dalam lingkup kedaerahan, bukan kenegaraan.


         2.2. Dasar atau Kriteria dalam Ragam Bahasa Baku
Sebenarnya ada banyak dasar atau criteria yang dapat digunakan untuk menentukan atau memilih sebuah ragam menjadi ragam bahasa baku. Dasar atau kriteria itu, antara lain (1) otoritas, (2) bahasa penulis-penulis terkenal, (3) demokrasi, (4) logika, (5) bahasa orang-orang yang dianggap terkemuka dalam masyarakat.
1.      Otoritas
Maksud dari dasar otoritas adalah penentuan baku atau tidak baku berdasar pada kewenangan orang yang dianggap ahli, atau pada kewenangan buku tata bahasa atau kamus. Dasar otoritas ini diajukan karena pada umumnya manusia belum merasa puas bahwa yang dikerjakannya atau dikatakannya itu benar. Maka dia akan bertanya kepada guru atau kepada orang yang diangap pandai, atau kepada buku pegangan yang ada.
2.      Bahasa Penulis-penulis Terkenal
Maksud dari dasar bahasa penulis-penulis terkenal adalah seperti dikatakan Alisjahbana (dalam Robin 1971) bahwa bahasa dari para penulis terkenal sebaiknya digunakan untuk menjadi patokan bahasa baik.
3.       Demokratis
Maksud dari dasar demokratis adalah untuk menentukan bentuk bahasa yang benar dan tidak benar atau baku dan tidak baku, tentunya kita harus menggunakan data statistic. Setiap bentuk satuan bahasa harus diselidiki, dicatat, lalu dihitung frekuensi penggunaannya.
4.      Logika
Maksud dari dasar logika adalah dalam penentuan baku atau tidak baku digunakan pemikiran logika, bisa diterima akal atau tidak. Tampaknya dasar logika tidak dapat digunakan untuk menentukan kebakuan bahasa, sebab seringkali benar dan tidak benar struktur bahasa tidak sesuai dengan pemikiran logika.
5.      Bahasa Orang-orang Terkemuka
Maksud dari dasar bahasa orang-orang terkemuka adalah penentuan bahasa baku dan tidaknya suatu bentuk bahasa didasarkan pada bahasa orang-orang terkemuka seperti pemimpin, wartawan, pengarang, guru, dan sebagainya.
            

    2.3. Bentuk Asal dan Bentuk Dasar
Bentuk asal adalah satuan yang paling kecil yang menjadi asal sesuatu kata kompleks. Misalnya kata berpakaian terbentuk dari bentuk asal pakai mendapat bubuhan afiks –an menjadi pakaian, kemudian mendapat bubuhan afiks ber- menjadi berpakaian. Contoh lain, misalnya kata berkesudahan. Kata ini terbentuk dari bentuk asal sudah mendapat bubuhan afiks ke-an menjadi kesudahan, kemudian mendapat bubuhan afiks ber- menjadi berkesudahan.
Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar. Kata berpakaian, misalnya, terbentuk dari bentuk dasar pakaian dengan afiks –an. Kata berkesudahan terbentuk dari bentuk dasar kesudahan dengan afiks ber-, dan selanjutnya kata kesudahan terbentuk dari bentuk dasar sudah dengan afiks ke-an.
Bentuk asal selalu berupa bentuk tunggal, berbeda dengan bentuk dasar, mungkin berupa bentuk tunggal, misalnya pakai dalam pakaian, sudah dalam kesudahan, rumah dalam perumahan, pergi dalam berpergian, kata dalam berkata, dan mungkin pula berupa bentuk kompleks, misalna pakaian dalam berpakaian, kesudahan dalam berkesudahan, pemimpin dalam berpemimpin dan kepemimpinan, berangkat dalam keberangkatan, alasan dalam beralasan, berhasil dalam keberhasilan, mengerti dalam dimengerti, tidak mampu dalam ketidakmampuan, sandaran dalam bersandaran, sinambung dalam kesinambungan.

    2.4. Proses Morfologik
Proses morfologik adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Bentuk dasarnya itu mungkin berupa kata, seperti pada kata terjauh yang dibentuk dari kata jauh, kata menggergaji yang dibentuk dari kata gergaji, rumah-rumah yang dibentuk dari kata rumah, kata berjalan-jalan yang dibentuk dari kata berjalan.
Pada terjauh, kata jauh mendapat bubuhan ter-, pada menggergaji, kata gergaji mendapat bubuhan meN-, pada bertemu, pokok kata temu mendapat bubuhan ber-, pada bersandar, pokok kata sandar mendapat hubungan ber-.
Proses pembentukan kata dengan membubuhankan bubuhan yang disebut afiks itu disebut proses pembubuhan afiks atau afiksasi, dan kata yang dibentuk dengan proses ini disebut kata berafiks.

    2.5. Proses Pembubuhan Afiks
Proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata.
Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat ang di dalam suatu kata merupakan unsure yang bukan kata dan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Misalnya kata minuman.
Kata ini terdiri dari dua unsure, ialah minum yang merupakan kata dan –an yang merupakan satuan terikat. Maka morfem –an diduga merupakan afiks.
Setiap afiks tentu berupa satuan terikat, artinya dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, dan secara gramatik selalu melekat pada satuan lain. Morfem di- seperti dalam di rumah, di pekarangan, di ruang, tidak dapat digolongkan afiks sebab sebenarnya morfem itu secara gramatik mempunyai sifat bebas, tidak seperti halnya morfem di- dalam dipukul, dibaca, dibeli, dikelola, diadakan. Demikian pula morfem ke dalam ke rumah, ke toko, ke kota, ke desa, tidak merupakan afiks karena sekalipun dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas, tidak seperti halnya morfem ke- dalam ketua, kedua, kehendak, kekasih.
  
BAB III
HASIL ANALISIS

Pada bab ini akan ditampilkan data hasil analisis kebakuan berdasarkan ragam bahasa segi tata bentukan dalam penulisan kalimat pada Tabloid Linguistika Edisi 6.
    1.      Pada kolom Profil Dosen (halaman 2)

NO
Identifikasi Data Kebakuan
Kalimat yang ada dalam artikel
Kata yang kurang tepat
Kata yang tepat
Proses Afiksasi
Kata Dasar
1
Yuyus Supriatna yang kerap di sapa Kang Yus X Jaro.
Di sapa
Disapa
Di-
(Prefiks)
Sapa
2
Beliau selalu tanamkan diri.
Tanamkan
Menanamkan
MeN – kan (Konfiks)
Tanam
3
Beliau sampaikan kepada anak didiknya.
Sampaikan
Menyampaikan
MeN – kan
(Konfiks)
Sampai
4
Kesederhanaan menjadi landasan hidupannya.
Hidupannya
Kehidupannya
Ke – an
(Konfiks)
Hidup

2.     Pada kolom Bintang Kampus (halaman 2)

  
NO
Identifikasi Data Kebakuan
Kalimat yang ada dalam artikel
Kata yang kurang tepat
Kata yang tepat
Proses Afiksasi
Kata Dasar
1
Beberapa waktu lalu menyabet penghargaan.
Menyabet
Meraih
Me-
(Prefiks)
Raih
2
Mengaku begitu mencintai seni peran.
Mengaku
Mengakui
MeN – i (Konfiks)
Akui
3
Pentas drama “Bendera Setengah Tiang” ditabsihkan sebagai juara umum.
Ditabsihkan
Diberikan gelar
Di – kan
(Konfiks)
Beri



3.      Pada kolom Budaya dan Bahasa (halaman 4)


NO
Identifikasi Data Kebakuan
Kalimat yang ada dalam artikel
Kata yang kurang tepat
Kata yang tepat
Proses Afiksasi
Kata Dasar
1
Maka hasil tulisan pun tidak akan baik.
Tulisan
Menulis
Me-
(Prefiks)
Tulis
2
Menulis dan membaca tidak bisa terpisahkan.
Terpisahkan
Dipisahkan
Di – kan (Konfiks)
Pisah


4.      Pada kolom Opini (halaman 6)


NO
Identifikasi Data Kebakuan
Kalimat yang ada dalam artikel
Kata yang kurang tepat
Kata yang tepat
Proses Afiksasi
Kata Dasar
1
Kegiatan berkomunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tulisan.
Tulisan
Tulis
-an
(Sufiks)
Tulis
2
Bahkan mungkin sepuluh tahun yang akan datang tulisan masih dapat berfungsi sebagai media komunikasi
Tulisan
Menulis
MeN – (Konfiks)
Tulis

BAB IV
PENUTUP

          3.1. Simpulan
Bahasa baku di Indonesia memiliki berbagai macam ragam bahasa, salah satunya adalah segi tata bentukan (mofologi). Di dalam proses pembentukan kata-kata dari bentuk dasar itu sendiri pun tak lepas pula pada proses afiksasi (pengimbuhan). Dari hasil analisis ini dapat dikemukakan bahwa ada beberapa kesalahan penulisan khususnya pada proses afiksasi tersebut. Berikut adalah proses afiksasi yang terdapat pada artikel-artikel yang ada.

No
Prefiks
Infiks
Sufiks
Konfiks
1
MeN-

-kan
MeN-kan
2
Di-

-i
Di-kan
3


-an
Me-i
4



Ke-an


         3.2. Saran
Dari simpulan di atas, penulis ingin memberi saran sebagai berikut: Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan bahasa Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ramlan. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:  CV. Karyono
Tabloid Linguistika Edisi 6. 2013. Linguistika Mendidik Mahasiswa Melalui Bahasa. Ciamis: Cokro.

Jurnal Sosiolonguistik - "Interferensi Fonologi dalam Bahasa Indonesia di Lingkungan Alun-alun Ciamis"

INTERFERENSI FONOLOGI DALAM BAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN ALUN-ALUN CIAMIS Fani Rahmani , Linda Amalia , dan Putri Rizky Maylid...