BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbicara tentang bahasa baku (lebih tepat
disebut ragam bahasa baku) dan bahasa non baku, berarti kita membicarakan
tentang variasi bahasa, karena yang disebut bahasa baku itu adalah salah satu
variasi bahasa yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang dijadikan
tolok ukur sebagai bahasa yang “baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat
resmi, baik secara lisan maupun tulisan.
Menurut Gavin dan Mathiot (1956:785-787) fungsi
penggunaan bahasa baku yang bersifat sosial politik, yaitu (1) fungsi
pemersatu, (2) fungsi pemisah, (3) fungsi harga diri, dan (4) fungsi kerangka
acuan.
Fungsi pemersatu (the unifying function) adalah kesanggupan bahasa baku untuk
menghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat, dan membuat terciptanya
kesatuan masyarakat tutur, dalam bentuk minimal, memperkecil adanya perbedaan
variasi dialektal dan menyatukan masyarakat tutur yang berbeda dialeknya.
Fungsi pemisah (separatist function) adalah bahwa ragam bahasa baku itu dapat
memisahkan atau membedakan penggunaan ragam bahasa tersebut untuk situasi yang
formal dan yang tidak formal.
Fungsi
harga diri (prestige function) adalah
bahwa pemakai ragam baku itu akan memiliki perasaan harga diri yang lebih
tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa baku
biasanya tidak dapat dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan hidup
sehari-hari.
Fungsi kerangka acuan (frame of reference function) adalah bahwa ragam bahasa baku itu
akan dijadikan tolok ukur untuk norma pemakaian bahasa yang baik dan benar
secara umum.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1.
Apa saja dasar
atau kriteria dalam ragam bahasa baku?
2.
Apa itu bentuk asal dan bentuk
dasar?
3.
Apa itu proses morfologik dan
afiksasi?
4. Bagaimana hasil analisis
kebakuan dalam ragam bahasa segi tata bentukan dalam penulisan kalimat di
Tabloid Linguistika edisi 6?
1.3. Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan latar belakang dan
rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui apa saja dasar atau kriteria dalam ragam bahasa baku.
2.
Untuk mengetahui apa itu
bentuk asal dan bentuk dasar.
3.
Untuk mengetahui apa itu
proses morfologik dan afiksasi.
4. Untuk mengetahui hasil
analisis kebakuan dalam ragam bahasa segi tata bentukan dalam penulisan kalimat
di Tabloid Linguistika edisi 6.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bahasa Baku
Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa
(dari sekian banyak variasi) yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa
yang akan dijadikan tolok ukur sebagai bahasa yang “baik dan benar” dalam
komunikasi yang bersifat resmi, baik secara lisan maupun tulisan.
Ragam bahasa itu mempunyai kepadaan dalam hal
tata bunyi (fonologi), tata bentukan (morfologi), tata kalimat (sintaksis), dan
tata kata (leksikon). Jika ragam yang dipilih itu tidak mempunyai kepadaan
dalam hal-hal tersebut, tentu ragam itu kelak sukar digunakan untuk komunikasi
resmi itu.
Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang sama
dengan resmi kenegaraan yang digunakan dalam situasi resmi kenegaraan, termasuk
dalam pendidikan, dalam buku pelajaran, dalam undang-undang, dan sebagainya.
Fungsi penggunaannya juga sama, yaitu untuk
berkomunikasi yang bersifat resmi; tentu saja dalam lingkup kedaerahan, bukan
kenegaraan.
2.2. Dasar atau Kriteria dalam
Ragam Bahasa Baku
Sebenarnya ada banyak dasar atau criteria yang
dapat digunakan untuk menentukan atau memilih sebuah ragam menjadi ragam bahasa
baku. Dasar atau kriteria itu, antara lain (1) otoritas, (2) bahasa
penulis-penulis terkenal, (3) demokrasi, (4) logika, (5) bahasa orang-orang
yang dianggap terkemuka dalam masyarakat.
1. Otoritas
Maksud dari
dasar otoritas adalah penentuan baku atau tidak baku berdasar pada kewenangan
orang yang dianggap ahli, atau pada kewenangan buku tata bahasa atau kamus.
Dasar otoritas ini diajukan karena pada umumnya manusia belum merasa puas bahwa
yang dikerjakannya atau dikatakannya itu benar. Maka dia akan bertanya kepada
guru atau kepada orang yang diangap pandai, atau kepada buku pegangan yang ada.
2. Bahasa Penulis-penulis Terkenal
Maksud dari dasar bahasa penulis-penulis
terkenal adalah seperti dikatakan Alisjahbana (dalam Robin 1971) bahwa bahasa
dari para penulis terkenal sebaiknya digunakan untuk menjadi patokan bahasa
baik.
3. Demokratis
Maksud dari dasar demokratis adalah untuk
menentukan bentuk bahasa yang benar dan tidak benar atau baku dan tidak baku,
tentunya kita harus menggunakan data statistic. Setiap bentuk satuan bahasa
harus diselidiki, dicatat, lalu dihitung frekuensi penggunaannya.
4. Logika
Maksud dari dasar logika adalah dalam penentuan
baku atau tidak baku digunakan pemikiran logika, bisa diterima akal atau tidak.
Tampaknya dasar logika tidak dapat digunakan untuk menentukan kebakuan bahasa,
sebab seringkali benar dan tidak benar struktur bahasa tidak sesuai dengan
pemikiran logika.
5. Bahasa Orang-orang Terkemuka
Maksud dari dasar bahasa orang-orang terkemuka
adalah penentuan bahasa baku dan tidaknya suatu bentuk bahasa didasarkan pada
bahasa orang-orang terkemuka seperti pemimpin, wartawan, pengarang, guru, dan
sebagainya.
2.3. Bentuk Asal dan Bentuk Dasar
Bentuk asal adalah satuan yang paling kecil yang
menjadi asal sesuatu kata kompleks. Misalnya kata berpakaian terbentuk dari bentuk asal pakai mendapat bubuhan afiks –an
menjadi pakaian, kemudian mendapat
bubuhan afiks ber- menjadi berpakaian. Contoh lain, misalnya kata berkesudahan. Kata ini terbentuk dari
bentuk asal sudah mendapat bubuhan
afiks ke-an menjadi kesudahan, kemudian mendapat bubuhan
afiks ber- menjadi berkesudahan.
Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun
kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar. Kata berpakaian, misalnya, terbentuk dari
bentuk dasar pakaian dengan afiks –an. Kata berkesudahan terbentuk dari bentuk dasar kesudahan dengan afiks ber-,
dan selanjutnya kata kesudahan
terbentuk dari bentuk dasar sudah
dengan afiks ke-an.
Bentuk asal selalu berupa bentuk tunggal,
berbeda dengan bentuk dasar, mungkin berupa bentuk tunggal, misalnya pakai dalam pakaian, sudah dalam kesudahan, rumah dalam perumahan, pergi dalam berpergian, kata dalam berkata, dan mungkin pula berupa bentuk
kompleks, misalna pakaian dalam berpakaian, kesudahan dalam berkesudahan,
pemimpin dalam berpemimpin dan kepemimpinan,
berangkat dalam keberangkatan, alasan
dalam beralasan, berhasil dalam keberhasilan,
mengerti dalam dimengerti, tidak mampu
dalam ketidakmampuan, sandaran dalam bersandaran, sinambung dalam
kesinambungan.
2.4. Proses Morfologik
Proses morfologik adalah proses pembentukan
kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Bentuk dasarnya itu
mungkin berupa kata, seperti pada kata terjauh
yang dibentuk dari kata jauh, kata menggergaji yang dibentuk dari kata gergaji, rumah-rumah yang dibentuk dari kata rumah, kata berjalan-jalan
yang dibentuk dari kata berjalan.
Pada terjauh,
kata jauh mendapat bubuhan ter-, pada menggergaji, kata gergaji mendapat
bubuhan meN-, pada bertemu, pokok
kata temu mendapat bubuhan ber-, pada bersandar, pokok kata sandar
mendapat hubungan ber-.
Proses pembentukan kata dengan membubuhankan
bubuhan yang disebut afiks itu disebut proses pembubuhan afiks atau afiksasi,
dan kata yang dibentuk dengan proses ini disebut kata berafiks.
2.5. Proses Pembubuhan Afiks
Proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks
pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk
kompleks, untuk membentuk kata.
Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat ang
di dalam suatu kata merupakan unsure yang bukan kata dan pokok kata, yang
memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau
pokok kata baru. Misalnya kata minuman.
Kata ini terdiri dari dua unsure, ialah minum yang merupakan kata dan –an yang merupakan satuan terikat. Maka
morfem –an diduga merupakan afiks.
Setiap afiks tentu berupa satuan terikat,
artinya dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, dan secara gramatik
selalu melekat pada satuan lain. Morfem di-
seperti dalam di rumah, di pekarangan, di ruang, tidak dapat digolongkan afiks sebab sebenarnya morfem itu
secara gramatik mempunyai sifat bebas, tidak seperti halnya morfem di- dalam dipukul, dibaca, dibeli, dikelola, diadakan.
Demikian pula morfem ke dalam ke rumah, ke toko, ke kota, ke desa, tidak merupakan afiks karena
sekalipun dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, tetapi secara
gramatik mempunyai sifat bebas, tidak seperti halnya morfem ke- dalam ketua, kedua, kehendak, kekasih.
BAB III
HASIL ANALISIS
Pada bab ini akan ditampilkan data hasil analisis kebakuan berdasarkan ragam bahasa segi tata bentukan dalam
penulisan kalimat pada Tabloid Linguistika Edisi 6.
1.
Pada kolom Profil Dosen
(halaman 2)
NO
|
Identifikasi
Data Kebakuan
|
||||
Kalimat yang ada dalam
artikel
|
Kata yang kurang tepat
|
Kata yang tepat
|
Proses Afiksasi
|
Kata Dasar
|
|
1
|
Yuyus Supriatna yang kerap di sapa Kang Yus X
Jaro.
|
Di
sapa
|
Disapa
|
Di-
(Prefiks)
|
Sapa
|
2
|
Beliau selalu tanamkan diri.
|
Tanamkan
|
Menanamkan
|
MeN
– kan (Konfiks)
|
Tanam
|
3
|
Beliau sampaikan kepada anak didiknya.
|
Sampaikan
|
Menyampaikan
|
MeN
– kan
(Konfiks)
|
Sampai
|
4
|
Kesederhanaan menjadi landasan hidupannya.
|
Hidupannya
|
Kehidupannya
|
Ke
– an
(Konfiks)
|
Hidup
|
2. Pada kolom Bintang Kampus (halaman 2)
NO
|
Identifikasi
Data Kebakuan
|
||||
Kalimat yang ada dalam
artikel
|
Kata yang kurang tepat
|
Kata yang tepat
|
Proses Afiksasi
|
Kata Dasar
|
|
1
|
Beberapa waktu lalu menyabet penghargaan.
|
Menyabet
|
Meraih
|
Me-
(Prefiks)
|
Raih
|
2
|
Mengaku begitu mencintai seni peran.
|
Mengaku
|
Mengakui
|
MeN
– i (Konfiks)
|
Akui
|
3
|
Pentas drama “Bendera Setengah Tiang”
ditabsihkan sebagai juara umum.
|
Ditabsihkan
|
Diberikan
gelar
|
Di
– kan
(Konfiks)
|
Beri
|
3.
Pada kolom
Budaya dan Bahasa (halaman 4)
NO
|
Identifikasi
Data Kebakuan
|
||||
Kalimat yang ada dalam
artikel
|
Kata yang kurang tepat
|
Kata yang tepat
|
Proses Afiksasi
|
Kata Dasar
|
|
1
|
Maka hasil tulisan pun tidak akan baik.
|
Tulisan
|
Menulis
|
Me-
(Prefiks)
|
Tulis
|
2
|
Menulis dan membaca tidak bisa terpisahkan.
|
Terpisahkan
|
Dipisahkan
|
Di
– kan (Konfiks)
|
Pisah
|
4. Pada kolom Opini (halaman 6)
NO
|
Identifikasi
Data Kebakuan
|
||||
Kalimat yang ada dalam
artikel
|
Kata yang kurang tepat
|
Kata yang tepat
|
Proses Afiksasi
|
Kata Dasar
|
|
1
|
Kegiatan berkomunikasi dapat dilakukan secara
lisan dan tulisan.
|
Tulisan
|
Tulis
|
-an
(Sufiks)
|
Tulis
|
2
|
Bahkan mungkin sepuluh tahun yang akan datang
tulisan masih dapat berfungsi sebagai media komunikasi
|
Tulisan
|
Menulis
|
MeN
– (Konfiks)
|
Tulis
|
BAB IV
PENUTUP
3.1. Simpulan
Bahasa baku di Indonesia memiliki berbagai macam ragam bahasa, salah
satunya adalah segi tata bentukan (mofologi). Di dalam proses pembentukan
kata-kata dari bentuk dasar itu sendiri pun tak lepas pula pada proses afiksasi
(pengimbuhan). Dari hasil analisis ini dapat dikemukakan bahwa ada beberapa
kesalahan penulisan khususnya pada proses afiksasi tersebut. Berikut adalah
proses afiksasi yang terdapat pada artikel-artikel yang ada.
No
|
Prefiks
|
Infiks
|
Sufiks
|
Konfiks
|
1
|
MeN-
|
-kan
|
MeN-kan
|
|
2
|
Di-
|
-i
|
Di-kan
|
|
3
|
-an
|
Me-i
|
||
4
|
Ke-an
|
3.2. Saran
Dari simpulan di atas, penulis ingin memberi saran
sebagai berikut: Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
sumbangan pemikiran bagi pengembangan bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ramlan. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:
CV. Karyono
Tabloid Linguistika Edisi 6. 2013. Linguistika Mendidik Mahasiswa Melalui
Bahasa. Ciamis: Cokro.